my destiny

My photo
.>seterusnya akan tertegak kembali khilafah atas minhaj kenabian"

Sunday, 9 May 2010

ARIS POLITIK DAN STRATEGI POLITIK

Garis politik (al-khiththah al-siyasiyah) dan strategi politik (al-uslub al-siyasi) --yang digunakan untuk mengimplementasikan garis politik tersebut-- dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan kepentingan, meskipun
perubahan garis politik lebih jarang terjadi daripada strategi politik.
Perbedaan antara garis politik dan strategi politik dapat dipahami dari
realitas politik internasional. Garis politik adalah politik umum yang
dirancang guna mewujudkan salah satu tujuan yang dituntut oleh
penyebaran ideologi atau oleh metode penyebaran ideologi. Sedang
strategi politik adalah politik khusus mengenai salah satu bagian
langkah yang mendukung perwujudan atau pengokohan garis politik.

Misalnya, garis politik AS terhadap Irak adalah menduduki Irak dengan atau tanpa resolusi internasional, lalu mewujudkan pemerintahan yang melegitimasi pendudukan agar mendapat
pengesahan internasional dari PBB, setelah AS mengabaikan PBB pada awal
pendudukannya. Pemerintahan itu juga akan memperoleh legitimasi lain
(lokal) melalui pemilu atau semacam pemilu Irak. Kemudian pemerintahan
ini sebagai wakil rakyat Irak akan menandatangani cek persetujuan
terhadap keberlangsungan kekuatan pendudukan, hingga pendudukan itu
menjadi sah karena keberadaannya telah didasarkan pada persetujuan
rakyat negeri Irak, tuntutan mereka, dan resolusi internasional.

Hal ini akan menjauhkan negara-negara lain dan Dewan Keaman PBB untuk mengintervensi masalah Irak, dan menjadikan AS sebagai satu-satunya pengelola segala urusan Irak. Dengan demikian, hal ini
akan menyempurnakan legalitas pendudukan, sebab yang mengakui
keberlangsungan pendudukan dan keberadaan pendudukan adalah
pemerintahan resmi Irak (yang dipilih lewat pemilu). Lalu akan dibuat
konstitusi baru untuk Irak di bawah pengawasan pendudukan yang akan
melanggengkan perpecahan, memecah belah negara dengan dalih
federalisme, dan mengobarkan sentimen kelompok. Kaum muslimin pun akan
sibuk sendiri bermusuhan satu sama lain, padahal seharusnya mereka
sibuk mengusir pendudukan. Karena itu, AS mengontrol segala macam cara
dan sarana yang dimampuinya untuk menduduki Irak, seperti merancang
garis politik, kemudian menjadikan pendudukan ini legal dengan
pengesahan formal dari undang-undang internasional dan lokal.

Sebaliknya, garis politik Perancis adalah membentuk poros negara-negara adidaya di bawah kepemimpinan Perancis untuk menghadapi dan mengagalkan garis politik AS, dengan merekayasa hambatan
dari Dewan Keamanan PBB melalui keluarnya resolusi-resolusi yang
eksplisit guna menenggelamkan rencana-rencana AS yang berkaitan dengan
pemanfaatan Dewan Keamanan PBB untuk memerangi Irak. Dengan demikian AS
benar-benar tidak mampu merekayasa resolusi Dewan Keamanan PBB dan AS
benar-benar ditelanjangi secara internasional sebagai negara yang
bertindak inkonsitusional. AS terlihat sebagai negara yang menggunakan
kekuatan sewenang-wenang secara inkonstitusional, bukan sebagai negara
yang terlihat sebagai penjaga undang-undang internasional sebagaimana
kesan yang nampak terhadap AS sebelumnya. Perancis mampu menggerakkan
dan membangkitkan emosi Jerman, dalam kadar yang menggelisahkan AS
melihat tindakan-tindakan Jerman. Rusia juga memihak Perancis dalam
penentangannya terhadap AS yang hendak memanfaatkan Dewan Keamanan PBB
untuk mendukung rencana-rencana AS. Demikianlah Perancis telah berhasil
menjalankan garis politiknya, bukan untuk mencegah serangan AS,
melainkan untuk membongkar target-target AS dalam perang ini.

Sedangkan garis politik Inggris, adalah garis politik yang kompleks sekaligus jahat. Inggris mendukung AS secara lahiriah agar ia dapat bersekutu dengan AS menikmati harta rampasan
perang. Inggris menampakkan diri di pihak AS dalam arena internasional
jika neraca politik AS lebih kuat. Namun Inggris akan mengecam AS
secara terbuka jika ada peluang baginya untuk melakukan kecaman. Jadi
Inggris berjalan di pihak AS, karena neraca politik AS lebih kuat dalam
posisi internasional. Tapi di sisi lain, Inggris mendesak AS untuk
meminta keluarnya resolusi PBB sehubungan dengan invasi AS ke Irak.
Padahal Inggris sebelumnya sudah mengetahui resolusi itu tidak mungkin
keluar akibat posisi Perancis, Rusia, dan Jerman. Dengan demikian
terbongkarlah aib AS bahwa AS hendak menyerang Irak dengan atau tanpa
resolusi PBB. Inggris menegaskan sikapnya ini dengan kehadiran Tony
Blair dalam pertemuan KTT dengan Chirac dan Schroeder pada 20 September
2003. Inggris menggunakan kecerdikan politiknya untuk menguatkan dan
meneguhkan posisi kedua negara terhadap AS. Inggris memprovokasi
Perancis dan Jerman dengan mengajukan beberapa opininya, sehingga
mendorong Perancis dan Jerman semakin bersikap keras, tapi Inggris
tidak menampakkan sikapnya secara terbuka di hadapan AS. Inggris terus
menjalankan politiknya itu hingga pasca pendudukan Irak dan setelah AS
mengajukan berbagai rencana untuk mengesahkan pendudukan.

Contoh lain garis politik AS, yaitu rencana AS untuk mencegah Uni Eropa menjadi satu kelompok yang membahayakan AS. Garis politik itu didasarkan pada tiga poros langkah berikut :
Pertama, memperluas keanggotaan Uni Eropa dari negara-negara Eropa Timur. Padahal negara-negara tersebut adalah rekayasa AS dan menjadi ujung tombak AS untuk memasukkan pengaruh AS
terhadap Uni Eropa. Ini terbukti ketika negara-negara Eropa Timur itu
mendukung AS dalam invasinya ke Irak, suatu hal yang membuat Rumsfled
mengolok-olok Eropa dengan sebutan "Eropa kuno" dan "Eropa baru".
Presiden Perancis Chirac sangat marah melihat tindakan negara-negara
tersebut. Perancis diam-diam berupaya mempengaruhi negara-negara
tersebut dengan mengatakan bahwa bergabung dengan barisan AS akan
mempersulit mereka dalam penerimaan akhir sebagai anggota Uni Eropa.
Meski demikian Perancis mengakui bergabungnya negara-negara itu dalam
pertemuan Uni Eropa yang memutuskan penerimaan anggota-anggota baru.
Perancis tidak berhasil menggagalkan penggabungan tersebut.
Kedua, meneruskan keberadaan NATO meskipun NATO telah menggantikan posisi Pakta Warsawa yang telah surut, kemudian memperluas strategi NATO untuk terlibat dalam problem-problem
internal keamanan Eropa, tidak seperti sebelumnya, yaitu terlibat dalam
pertahanan luar negeri sebagaimana tugas dasar NATO sejak kelahirannya.
Ketika Eropa merasakan bahaya NATO atas mereka –karena kepemimpinan AS
yang nyata atas NATO— maka Perancis, Jerman, Belgia, dan Luxemburg
menyerukan pembentukan kekuatan militer khusus Eropa. AS pun menentang
rencana itu. AS terus menerus membuat rintangan-rintangan sebelum
terwujudnya kekuatan khusus Eropa itu secara nyata.
Ketiga, AS memanfaatkan posisi Inggris. Dengan kecerdikan politiknya yang telah masyhur, Inggris tidak menghendaki Uni Eropa menjadi satu kekuatan yang secara perlahan-lahan
justru akan melemahkan Inggris. Inggris juga tidak ingin menjadi negara
pinggiran seperti Luxemburg misalnya. Dalam lubuk hatinya Inggris masih
terus memimpikan kebesaran imperiumnya di masa lalu yang matahari pun
tiada pernah tenggelam di atas jajahannya. Oleh karenanya kita melihat
Inggris selalu menghalangi pembentukan Uni Eropa. Inggris tidak masuk
ke dalam Uni Eropa kecuali setelah Uni Eropa menjadi suatu kenyataan.
Inggris lalu masuk ke dalam Uni Eropa justru untuk melemahkannya.
Inggris sampai sekarang tetap tidak mau bergabung dalam mata uang
bersatu (Euro). Pola pikir sebagai imperium yang dimiliki Inggris
membuatnya selalu mencari peran untuk berkiprah di arena internasional
dengan jalan apa pun yang dapat ditemukannya.

Sebaliknya, garis politik Perancis adalah memperkuat Uni Eropa dan menjadikannya payung yang sepadan untuk menghadapi payung AS. Perancis juga berupaya membentuk kekuatan militer Eropa yang lepas
dari NATO. Perancis berhasil mendapat dukungan kuat Jerman untuk tujuan
tersebut. Perancis dalam hal ini telah melakukan langkah politik yang
sangat cerdas dengan mendapat persetujuan Jerman, sehingga mau tak mau
Inggris bergabung dengan keduanya agar Inggris tidak terluput dari
bagian rampasan perang jika upaya Perancis dan Jerman sukses. Jadi
Perancis belakangan ini bersama Inggris dan Jerman telah berhasil
meletakkan dasar-dasar kekuatan militer Eropa. Demikian pula ketiga
negara itu telah berhasil merancang strategi jangka panjang Uni Eropa,
untuk menjauhkan campur tangan negara-negara kecil atas Uni Eropa dan
juga campur tangan negara-negara yang berambisi mempengaruhi Uni Eropa
seperti Italia dan Spanyol.

Walhasil Perancis telah berhasil menciptakan jalan masuk ke arena internasional, meskipun pada awalnya dimaksudkan untuk memperkuat Uni Eropa dengan membentuk cikal bakal kekuatan militer yang
independen di Eropa dengan persetujuan Jerman dan Inggris. Andaikata
negara-negara kapitalis tidak memeluk kapitalisme yang menjadikan
"manfaat individu" sebagai prioritas nilai setiap negara, niscaya
mereka akan dapat mewujudkan sebuah Uni Eropa yang kuat di hadapan AS.
Meski demikian, keberhasilan Perancis dalam mengajukan garis politiknya
kepada dua negara kuat Eropa (Jerman dan Inggris) dapat dianggap
tindakan berpengaruh di hadapan AS, yang tidak dapat diabaikan begitu
saja oleh AS.

Contoh lain, adalah garis politik yang dirancang AS untuk membelenggu Rusia dan menjadikannya sebuah negara yang tidak mempunyai pengaruh walau hanya pengaruh regional. Garis politik itu
didasarkan pada upaya menyingkirkan Rusia dari wilayah-wilayah yang
dipengaruhinya di Balkan, Eropa Timur, dan Asia Tengah. Garis politik
itu juga diwujudkan dengan cara menonaktifkan galangan kapal nuklir
Rusia yang menjadi salah satu faktor penting kekuatan Rusia. Di samping
itu AS juga menunjukkan keunggulannya atas Rusia dalam Perang Bintang (star war).

AS lalu menetapkan beberapa strategi politik untuk mewujudkan garis politik tersebut. Antara lain AS memukul pasukan Yugoslavia (Serbia dan Montenegro) yang mempunyai hubungan lama dengan
Rusia dan mengobarkan Krisis Kosovo. AS juga mengadakan hubungan
ekonomi dan militer dengan negara-negara Eropa Timur untuk dijadikan
pintu masuk pengaruh AS. AS juga menggabungkan banyak negara Eropa
Timur tersebut ke dalam NATO. Demikian pula AS mengobarkan perang atas
terorisme lalu membangun pangkalan militernya di negara-negara Asia
Tengah, setelah AS berhasil mengajak penguasa negara-negara Asia Tengah
untuk berpihak pada AS dengan cara memberi bantuan-bantuan ekonomi. AS
juga menduduki Afghanistan dan mengembangkan sistem pertahanan rudal
anti-rudal, untuk menonaktifkan rudal antar benua milik Rusia yang
mampu membawa hulu ledak nuklir. AS juga telah mampu mengeskploitasi
kemiskinan di Georgia agar para agennya dapat hadir dalam KTT Al-Harm,
yaitu suatu tempat yang terletak di kawasan terpencil antara Rusia dan
markas NATO di Turki. AS juga telah meyakinkan Rusia untuk menjatuhkan
stasiun ruang angkasanya (Mir) dan bekerjasama di stasiun angkasa luar
(ISS) untuk membatasi keunggulan Rusia dalam perlombaan senjata ruang
angkasa. Jelaslah AS terus menjalankan garis politiknya untuk membatasi
Rusia agar tetap menjadi negara yang tidak berpengaruh secara regional,
setelah sebelumnya dihapuskan pengaruh internasinalnya dengan runtuhnya
Uni Soviet.

Keadaan Cina juga seperti itu. Sebab AS melihat bahwa Cina harus ditundukkan dan dijadikan negara biasa, terutama karena Cina dulunya tidak mempunyai faktor-faktor pendukung sebuah
negara besar. Tetapi pada pertengahan tahun 90-an Cina menampakkan
kekuatan yang dimilikinya sebagai negara besar regional dengan hak veto
di Dewan Keamanan serta mempunyai keinginan dan ambisi regional. Ini
tidak disenangi AS. Sebab dalam pandangan AS, Cina adalah pasar
perdagangan besar yang harus dimanfaatkan dengan jumlah populasi
manusia yang besar. Cina juga harus dimanfaatkan agar tidak menjadi
bahaya yang mengancam kepentingan AS di kawasan Asia Timur. Karena itu,
AS harus menyusun garis politik pasca Perang Dingin untuk membelenggu
Cina dan membatasinya setidak-tidaknya pada lapangan geraknya yang
sempit, jika tidak mampu menghapus lapangan geraknya secara total. Maka
dari itu, fokus AS adalah mengesahkan hubungan dengan Vietnam agar
Vietnam menjadi batu sandungan di hadapan Cina pada saat hubungan AS
dan Vietnam membaik. Demikian pula AS mencoba menjadikan Semenanjung
Korea sebagai pusat bahaya terdepan bagi Cina dengan meningkatkan
tekanan atas Korea Utara dengan dalih telah menjadi poros kejahatan (evil axis).
Pada saat yang sama AS berupaya mempertahankan pangkalan-pangkalan
militernya di sana yang berdekatan dengan tapal batas Cina dan berada
di depan pintu Cina. AS juga berusaha menjadikan India sebagai sekutu
Cina, dan berupaya pula untuk membentuk persekutuan strategis dan
perjanjian militer regional di Asia Tengah dan Timur Tengah. AS juga
membangun pangkalan-pangkalan militer di Asia Tengah di tapal batas
Cina Barat di sisi lain gunung Himalaya.

Jelaslah bahwa garis dan strategi politik dirancang untuk melakukan aktivitas politik secara langsung. Meski demikian, negara masih dapat mengubah strategi-strategi yang ada, menukarnya
dengan strategi lainnya jika terbongkar dan tidak mengantarkan pada
target yang dikehendaki. Demikaian pula negara dapat mengubah satu
garis politik jika tidak efektif, atau jika keberadaan garis politik
itu akan membebani negara dengan berbagai kesulitan yang bukan menjadi
kepentingan negara. Tetapi ketika sebuah negara mengubah garis
politiknya, negara akan menggantikannya dengan garis politik lain, dan
ketika negara itu mengubah strategi politiknya, ia akan membuat
strategi lain sebagai gantinya. Sebuah negara tidak akan berdiam diri
dari merancang garis dan strategi politik, kecuali jika negara itu
telah lemah atau merosot dari kedudukannya dalam posisi internasional.
Itu seperti keadaan beberapa negara yang telah kehilangan efektifitas
politiknya sejak beberapa lama, seperti Jepang, Italia, Belanda,
Belgia, Spanyol, dan Portugal.

Contoh perubahan garis politik, adalah apa yang diperbuat AS dalam garis politik yang dirancangnya untuk Jerman. Dahulu garis politik AS adalah membangkitkan militerisme Jerman dan mendirikan
Republik Jerman Barat. Garis politik AS itu kemudian berubah, yaitu
melemahkan Jerman Barat dan membentuk persatuan Jerman Barat dan Jerman
Timur dan membatasi persenjataan Jerman. Kemudian AS melihat pula bahwa
penyatuan Jerman Barat dan Timur tahun 1990 akan dapat mewujudkan
sebuah negara Eropa yang kuat yang akan bersaing dengan Perancis dan
Inggris dan berlomba dengan keduanya untuk mempimpin Uni Eropa. Dengan
demikian AS telah melemahkan peluang penyatuan Eropa menjadi satu
kekuatan yang solid.

Demikian pula telah terjadi perubahan garis politik yang dibuat AS untuk Cina. Sebelumnya AS melihat bahwa AS harus mendukung Cina dan menjadikannya satu kutub internasional, memperbaiki
hubungannya dengan Cina, dan memperbaiki hubungan Cina dengan Jepang
untuk dijadikan salah satu basis tata dunia (world order). Ini
dilakukan untuk melemahkan posisi internasional Uni Soviet pada saat
itu, dan untuk meningkatkan keretakan di antara dua sekutu komunis (Uni
Soviet dan Cina) yang menjadi musuh bebuyutan AS. Tapi setelah
berakhirnya masa Perang Dingin, AS mengubah garis politiknya dan
melihat bahwa kondisi sekarang menuntut penyusunan garis politik untuk
membelenggu Cina dan mengembalikannya di belakang Tembok Besar Cina. AS
lalu membuat suatu garis politik agar Cina tidak menjadi bahaya bagi
kepentingan-kepentingan AS di Asia Timur, terutama karena Cina memiliki
faktor-faktor yang memungkinkannya untuk itu.

Contoh perubahan strategi politik, adalah apa yang telah dilakukan AS di negeri-negeri Dunia Islam. Sebelumnya AS bertumpu pada revolusi-revolusi militer untuk mendudukkan agen-agennya ke kursi
kekuasaan, juga bantuan-bantuan ekonomi seperti utang luar negeri dan
apa yang dinamakan "rencana pembangunan", para ahli (konsultan), dan
sebagainya, juga apa yang dinamakan politik stick and carrot (pentungan
dan wortel). Sekarang AS bersandar pada solusi-solusi militer dan
intimidasi, dan kembali bersandar pada berbagai pakta dan pangkalan
militer setelah sebelumnya tidak menggunakan cara-cara tersebut. Hal
ini mengembalikan ingatan kita pada era penjajahan militer dan imperium
Barat.

Dulu Inggris telah mengubah strategi politiknya sehingga Inggris meninggalkan pakta dan pangkalan militer, lalu bertumpu pada agen-agennya dari kalangan penguasa serta
kesepakatan-kesepakatan ekonomi dan persenjataan. Sekarang Inggris
terlihat berjalan bersama rombongan AS dan kembali pada cara
pembangunan pangkalan militer sebagai cara baru yang sebenarnya lama.

Inilah penjelasan tentang garis dan strategi poilitik. Atas dasar itu, kaum muslimin wajib mengetahui dengan penuh keyakinan, bahwa Barat tidak akan mengubah konsep dan metode
politiknya, tapi hanya akan mengubah garis dan strategi politiknya
untuk merancang garis politik lain atau strategi politik baru agar
Barat dapat menyebarkan ideologinya. Jika strategi politiknya dapat
dihancurkan, akan hancur garis politiknya dan akan gagal pula
rencana-rencana Barat yang telah disusun atas dasar garis dan strategi
politiknya itu.
Maka dari itu, perjuangan politik (al-kifah al-siyasi) diarahkan untuk garis dan strategi politik --dengan membongkar dan melawannya-- dan pada saat yang sama diarahkan untuk memerangi konsep
dan metode politiknya. Atas dasar itu, sudah menjadi keharusan bagi
kaum muslimin untuk mengetahui garis politik yang telah dirancang bagi
politik tiap negara dan mengkaji strategi-strategi politiknya dengan
seksama (BERSAMBUNG).

No comments: