ASSALAMU'ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABARAKATUH !
‘BismiLlahi Rahmaan nir Rahiim
'
Alhamdu liLlahi wa salamun 'ibadihil ladhi-n-astafa
Rabbi zidni 'ilma, war zuqni fahma
'
RABBI A’UUZUBIKA MIN HAMAZAATIS SHAYAATIIN,
WA A’UUZBIKA RABBI AN YAHDURUUN!'
‘
Firman Allah subhanahu wata’ala, maksudnya;
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu [juga menyatakan yang demikian itu]. Tiada Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (18) Sesungguhnya Agama [yang diridhai] di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian [yang ada] di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (19) Kemudian jika mereka mendebat kamu [tentang kebenaran Islam], maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan [demikian pula] orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu [mau] masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan [ayat-ayat Allah]. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (20) Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. (21) Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap [pahala] amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong. (22) Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al Kitab [Taurat], mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi [kebenaran]. (23)”
(Surah Aali-Imran)
‘
Al-Imam Al-Qadhi Sheikh Yusuf bin Isma’il An-Nabhani As-Syafi’e Al-Asha’ari rahmatuLlah ‘alaih (Lahir 1848M – Wafat Ramadhan 1932M) di Ijzim, Haifa, Tanah Palestin yang dijajah Al-Masih Ad-Dajjal Yahudi Zionis Israel adalah di antara Ulama Mujahid Islam yang ditaqdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala dengan UjianNya untuk berhadapan dengan angkatan penguasa pertama generasi anak haram Ad-Dajjal yang telah berjaya menguasai bumi Ummat Islam yang diporak-perandakan oleh musuh Allah subhanahu wata’ala laknatuLlah ‘alaihim ajmaiin. Generasi Ad-Dajjal ini lahir dan diselubungi oleh nifaq hasil dari gerakkerja dan perkesedudukan haram di antara ketua kaum Munafiqin Abad 19M/20M; Abu Al-Uzza Ibn Qatm JamaludDin Al-Afghani Al-Masuni serta pengikut-pengikutnya, dan Tentera Bersekutu Al-Ahzab yang diketuai oleh Yakjuj Makjuj British laknatuLlah alaihim ajmaiin di ketika itu. Peranan Yakjuj Makjuj itu kini diambilalih oleh Amerika dan kini saat kehancuran Yakjuj Makjuj sedang menyapa mereka di pintu-pintu rumah Baitul Ankabut Rumah Laba-Laba mereka.
‘
Firman Allah subhanahu wata’ala, maksudnya;
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu [juga menyatakan yang demikian itu]. Tiada Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (18) Sesungguhnya Agama [yang diridhai] di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian [yang ada] di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (19) Kemudian jika mereka mendebat kamu [tentang kebenaran Islam], maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan [demikian pula] orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu [mau] masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan [ayat-ayat Allah]. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (20) Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang pedih. (21) Mereka itu adalah orang-orang yang lenyap [pahala] amal-amalnya di dunia dan akhirat, dan mereka sekali-kali tidak memperoleh penolong. (22) Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu Al Kitab [Taurat], mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu menetapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi [kebenaran]. (23)”
(Surah Aali-Imran)
‘
Al-Imam Al-Qadhi Sheikh Yusuf bin Isma’il An-Nabhani As-Syafi’e Al-Asha’ari rahmatuLlah ‘alaih (Lahir 1848M – Wafat Ramadhan 1932M) di Ijzim, Haifa, Tanah Palestin yang dijajah Al-Masih Ad-Dajjal Yahudi Zionis Israel adalah di antara Ulama Mujahid Islam yang ditaqdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala dengan UjianNya untuk berhadapan dengan angkatan penguasa pertama generasi anak haram Ad-Dajjal yang telah berjaya menguasai bumi Ummat Islam yang diporak-perandakan oleh musuh Allah subhanahu wata’ala laknatuLlah ‘alaihim ajmaiin. Generasi Ad-Dajjal ini lahir dan diselubungi oleh nifaq hasil dari gerakkerja dan perkesedudukan haram di antara ketua kaum Munafiqin Abad 19M/20M; Abu Al-Uzza Ibn Qatm JamaludDin Al-Afghani Al-Masuni serta pengikut-pengikutnya, dan Tentera Bersekutu Al-Ahzab yang diketuai oleh Yakjuj Makjuj British laknatuLlah alaihim ajmaiin di ketika itu. Peranan Yakjuj Makjuj itu kini diambilalih oleh Amerika dan kini saat kehancuran Yakjuj Makjuj sedang menyapa mereka di pintu-pintu rumah Baitul Ankabut Rumah Laba-Laba mereka.
'
SHEIKH YUSUF AN-NABHANI RAHMATULLAH 'ALAIH
‘
Objektif utama serangan kekufuran dan nifaq itu adalah untuk menghilangkan bai’ah taatsetia wala’ Ummat Islam kepada Khilafah Islamiyyah, menggantikan bai’ah taatsetia kepada sistem-sistem ideologi demokrasi berperlembagaan hawanafsu serta sangkaan akal penyembah Iblis dan Taghut, menyelinap-masukkan pengaruh kepercayaan serba-tuhan freemasonri dan falsafah teosofi, melahirkan masyarakat plural liberal majmuk, mengenepikan ajaran Wahyu Syari’at Al-Qur’an Al-Hakim serta menjadikannya sebagai terbahagi-bahagi dan terpisah-pisah dari kehidupan masyarakat, menyama-tarafkan Agama Islam dengan lain-lain Agama Sekular dan menghancurkan Dasar Sistem Warisan Keilmuan Islami yang haq. Matlamat mereka adalah satu, iaitu untuk memadamkan Cahaya Khilafah Allah subhanahu wata’ala yang membayangi mukabumi untuk diambil alih oleh bayangan kegelapan dan kesesatan Iblis dan Syaitan.
‘
Atas tujuan jahat kafirin dan munafiqin laknatuLlah ‘alaihim ajmaiin itu, ulama-ulama mujahid-Din rahmatuLlah alaihim ajmaiin seperti Sheikh Yusuf An-Nabhani rahmatuLlah ‘alaih difitnah, diejek dan diolok-olokkan sebagai ulama pondok kampung yang kehuluan sifatnya, ortodoks pekat, konservatif dan ekstrimis Agama semata-mata kerana beliau dan lain-lain Ulama Mujahid rahmatuLlah ‘alaihi ajmaiin bermati-matian mempertahankan dasar-dasar dan asas-asas Agama dari dilacurkan oleh Kaum Munafiqin Generasi Abad 19M/20M itu. Mereka juga memfitnah Sheikh Yusuf An-Nabhani rahmatuLlah ‘alaih dan lain-lainnya Ulama Mujahid dengan berbagai-bagai fitnah bagi mengelabui dan menyerongkan pandangan Ummat Islam terhadap wadah warisan Islami yang dipertahankannya.
‘
Rasa kagum dengan kejayaan mereka ini dapat kita kesan dari rekod sejarah penulisan Wilfrid Scawen Blunt, Agen Perisik Perhubungan Luar British yang merupakan rakan kesedudukan Jamalud-Din Al-Afghani Al-Masuni dan Muhammad Abduh Al-Masuni di dalam penulisan Blunt yang bertajuk “The Future Of Islam” pada tahun 1882. Blunt berkata dengan penuh kehalusan dan khianat, sebagaimana Kuffar masakini yang mempromosi dialog antara-agama dan kesatuan agama, juga dengan bercerita tentang cita-cita reformasi dan liberalisma di dalam karangannya yang berjudul The Future Of Islam sebagaimana berikut;
‘
“Since the last of these essays was written, their author has returned to Egypt, and has there had the satisfaction of finding the ideas, vaguely foreshadowed by him as the dream of some few liberal Ulema- of the Azhar, already a practical reality. Cairo has now declared itself as the home of progressive thought in Islam, and its university as the once more independent seat of Arabian theology. Secured from Turkish interference by the national movement of the Arabs, the Ulema of the Azhar have joined heart and soul with the party of reform. The importance of this event can hardly be overrated ; and if, as now seems probable, a liberal Mohammedan Government by a free Mohammedan people should establish itself firmly on the Nile, it is beyond question that the basis of a social and political Reformation for all Islam has been laid. It is more than all a hopeful sign that extreme moderation with regard to the Caliphate is observed by the Egyptian leaders. Independence, not opposition, is the motto of the party ; and no rent has been made or is contemplated by them in the orthodox coat of Islam. Abd el Hamid Khan is still recognized as the actual Emir el Mumenin, and the restoration of a more legitimate Caliphate is deferred for the day when its fate shall have overtaken the Ottoman Empire. This is as it should be. Schism would only weaken the cause of religion, already threatened by a thousand enemies ; and the premature appearance of an Anti-Caliph in Egypt or Arabia, however legitimate a candidate he might be by birth for the office, would divide the Mohammedan world into two hostile camps, and so bring scandal and injury on the general cause. In the meantime, however, liberal thought will have a fair field for its development, and can hardly fail to extend its influence wherever the Arabic language is spoken, and among all those races which look on the Azhar as the centre of their intellectual life. This is a notable achievement, and one which patience may turn, perhaps in a very few years, to a more time he is convinced that he serves their interests best by speaking what he holds to be the truth regarding their situation. Their day of empire has all but passed away, but there remains to them a day of social independence better than empire. Enlightened, reformed and united in sympathy, Mussulmans need not fear political destruction in their original homes, Arabia, Egypt, and North Africa ; and these must suffice them as a Dar el Islam till better days shall come. If the author can do anything to help them to preserve that independence they may count upon him freely within the limits of his strength, and he trusts to prove to them yet his sincerity in some worthier way than by the publication of these first essays.”
‘
Ringkasnya, Blunt menjelaskan rasa puashatinya selepas kembali ke Mesir pada 1881 kerana mendapati idea-idea yang dahulunya hanya suatu impian dan harapan sesetengah Ulama Liberal Al-Azhar (dahulu pada tahun 187o—an iaitu Afghani dan Abduh) telah menjadi realiti yang terlaksana. Kaherah kini sudah menjadi rumah kepada fesyen-fesyen baru wadah pemikiran progresif Islam yang berjaya dibebaskan dari gangguan Khilafah melalui gerakan kebangsaan Arab dan pembebasan. Dan kini kemungkinannya adalah amat besar bahawa Kerajaan Liberal Umat Muhammad yang bebas boleh ditubuhkan di bumi Nil Mesir kerana segala asas-asas keperluan bagi reformasi sosial dan politik telahpun disempurnakan penyiapannya. Blunt seterusnya menyatakan bahawa usia ajal pemerintahan Khilafah Islamiyyah sudah amat dekat kerana telah wujud dua gerakan anti-khilafah satunya di Mesir (Salafi-Muktazili) dan satu lagi di Tanah Arabia (Wahhabi-Su’udi). Dengan itu, ianya memberi ruang kepada gerakan liberal untuk mengembangkan pengaruhnya dengan berselindung di sebalik Ulama-Ulama Liberal Al-Azhar. Hari-hari Pemerintahan Khilafah telah sampai ke penghujungnya dan hari-hari kemerdekaan setiap kelompok-kelompok sosial (pecahan negara-negara kebangsaan) yang sedang menunggu yang sudah dari mencukupi berbanding dengan Negara Islam (Dar el Islam Khilafah).
‘
Ketika Blunt berada di Tanah Arabia atas tujuan-tujuan risikan, beliau memasang propagandanya melalui penerbitan sebuah Suratkhabar di Mesir oleh orang gajinya seorang Kristian Mesir yang bernama Sabunji. Suratkhabar tersebut dinamakan Al-Khilafa (The Caliphate) atau El-Khelaphat yang mengandungi serangan-serangan yang kuat terhadap Khilafah Islamiyyah dan menceritakan hikmah-hikmah manfaat yang menunggu rakyat Mesir jika mereka membebaskan diri dari Khilafah.
‘
Idea kekufuran dan agama sekular ini disambut mesra oleh Kepala-Kepala Munafiq yang bersekutu dengan musuh-musuh Allah subhanahu wata’ala tersebut selari dengan kata Jamalud-Din Al-Afghani Al-Masuni yang ghairah dengan pendekatan aliran falsafah liberal ketika berlakun mendebati Renan (juga seorang freemason tegar) di Paris, Peranchis di dalam Journal des Débats, 18 Mei 1883;
‘
“No agreement and no reconciliation are possible between these religions (Islam and Christianity) and philosophy. Religion imposes on man its faith and its belief, whereas philosophy frees him of it totally or in part. How could one therefore hope that they would agree with each other when the Christian religion, under the most modest and seductive forms, entered Athens and Alexandria, which were, as everyone knows, the two principal centers of science and philosophy, trying to stifle both under the bushes of theological discussions, to explain the inexplicable mysteries of the Trinity, the Incarnation, and Transubstantiation? It will always be thus. Whenever religion will have the upper hand, it will eliminate philosophy; and the contrary occurs when it is philosophy that reigns as sovereign mistress. So long as humanity exists, the struggle will not cease between dogma and free investigation, between religion and philosophy; a desperate struggle in which, I fear, the triumph will not be for free thought, because the masses dislike reason, and its teachings are only understood by some intelligent members of the élite, and because, also, science, however beautiful it is, does not completely satisfy humanity, which thirsts for the ideal and which likes to exist in such dark and distant regions as the philosophers and scholars can neither perceive nor explore.”
‘
(Terjemah - Tiada persetujuan dan rekonsiliasi yang mungkin ada di antara agama-agama ini dan falsafah. Agama memaksakan ke atas manusia keimanan dan kepercayaannya, sedangkan falsafah membebaskan manusia secara keseluruhannya atau sebahagiannya dari agama. Mana mungkin seseorang itu kemudiannya mengharap bahawa ianya bersetuju di antara satu sama lain sedangkan bila Agama Kristian memasuki Athen, Rom dan Iskandariah, Mesir; pusat sains dan falsafah di ketika itu, ia menekan kedua-duanya di bawah kongkongan perbincangan-perbincangan teologi dalam membincangkan misteri-misteri Agama Kristian?, dan ianya akan selalu sebegitu. Apabila Agama memiliki kuasa, ianya akan menghapuskan falsafah; dan yang di sebaliknya pula yang berlaku apabila falsafah berkuasa ke atas Agama. Selama mana kemanusiaan itu wujud, pertentangan tidak akan berakhir di antara kejumudan Agama dan kebebasan penyelidikan falsafah; satu pertentangan yang menakutkan yang saya khuatiri kemenangannya bukan kepada kebebasan berfikir, kerana khalayak ramai benci kepada hujjah dan ajarannya kecuali bagi sesetengah segolongan bijakpandai dari kalangan elit. Dan, juga sains itu walaubagaimana indah ianya sekalipun tidak akan dapat memuaskan sepenuhnya kemanusiaan itu yang dahagakan idealisma yang suka berada di dalam kegelapan dan wilayah yang tidak tercapai oleh ahli falsafah dan cendekiawan (sebagaimana ianya ada di dalam Agama)).
‘
Atas sumbangan besar Jamalud-Din Al-Afghani Al-Masuni dalam merealisasikan Gerakan Liberalisma di Mesir berdasarkan cita-citanya untuk mengatas-namakan falsafah ke atas Agama, nama Bapa Munafiq Abad 19 Sekular Agama ini diabadikan dan diberi dedikasi oleh Wilfrid Blunt di dalam bukunya, “Secret History of the English Occupation of Egypt” yang ditulis pada tahun 1907 sebagaimana berikut;
‘
“The true originator of the Liberal religious Reform movement among the Ulema of Cairo was, strangely enough, neither an Arab, nor an Egyptian, nor an Ottoman, but a certain wild man of genius, Sheykh Jemal-ed-din Afghani, whose sole experience of the world before he came to Egypt had been that of Central Asia. An Afghan by birth, he had received his religious education at Bokhara, and in that remote region, and apparently without coming in contact with any teacher from the more civilized centres of Mohammedan thought, he had evolved from his own study and reflection the ideas which are now associated with his name. Hitherto all movements of religious reform in Sunnite Islam had followed the lines not of development, but of retrogression. There had been a vast number of preachers, especially in the last 200 years, who had taught that the decay of Islam as a power in the world was due to its followers having forsaken the ancient ways of simplicity and the severe observance of the law as understood in the early ages of the faith. On the other hand, reformers there had been of a modern type recently, both in Turkey and Egypt, who had Europeanized the administration for political purposes, but these had introduced their changes as it were by violence, through decrees and approvals obtained by force from the unwilling Ulema, and with no serious attempt to reconcile them with the law of the Koran and the traditions. The political reforms had been always imposed from above, not suggested from below, and had generally been condemned by respectable opinion. Jemaled-din' s originality consisted in this, that he sought to convert the religious intellect of the countries where he preached to the necessity of reconsidering the whole Islamic position, and, instead of clinging to the past, of making an onward intellectual movement in harmony with modern knowledge. His intimate acquaintance with the Koran and the traditions enabled him to show that, if rightly interpreted and checked the one by the other, the law of Islam was capable of the most liberal developments and that hardly any beneficial change was in reality opposed to it.”
‘
Agen Perisik Hubungan Luar Yakjuj Makjuj British Wilfrid Blunt nampak bahawa pada manusia seperti Jamalud-Din Al-Afghani Al-Masuni ini ada kualiti-kualiti yang boleh dipergunakan bagi tujuan agenda politik Imperialis. Agenda ini berbeda dari kaedah sayap-kanan Imperialis yang agressif dalam penaklukan dan pertentangan terbuka, tetapi, mengarah kepada strategi sayap-kiri perang-saraf anti-Imperialis yang menakluki akal-budi secara halus. Usaha Bapa Munafiqin ini untuk membaik-pulih dan merubah-suai pandangan Agama ini dikira akan merintis jalan kepada perubahan dan kemajuan yang paling liberal terhadap agama itu sendiri dengan kemudiannya melahirkan sayap-sayap pemikiran yang sebanding dengan apa yang wujud di dalam kuasa Imperialis.
‘
Hakikatnya adalah, golongan kuffar Yakjuj Makjuj Britishlah juga yang mencipta kaedah keras penjajahan dan penaklukan di Mesir sesuai dengan hasrat Kongres Yakjuj Makjuj Vienna dan mereka juga yang kemudiannya pula berselindung menyelinap masuk di sebalik kaedah-kaedah halus perang-saraf penaklukan ketamadunan dan budaya berfikir Mesir dengan mewujudkan perpecahan di kalangan Ummat Islam Mesir. Segala-galanya adalah dengan matlamat yang sama yakni mewujudkan sayap-sayap yang bertentangan, pemecahan ummat dan menghilangkan wilayah taatsetia kepada Khilafah Islamiyyah hasil dari pertembungan sesama sendiri yang biasanya dipanggil sebagai pecah-dan-perintah (divide-and-rule). Komponen-komponen nifaq yang diwujudkan oleh musuh Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya ini setara dengan komponen-komponen Golongan-Golongan Pharisee yang lahir di dalam Bani Israel yang berpecah-belah selepas mereka derhaka kepada Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi Isa ‘alaihissalam di dalam Injil Barnabas. Al-Qur’an Al-Hakim mengesahkan hal ini bagaimana firman Allah subhanahu wata’ala yang bermaksud;
‘
“Sesungguhnya [agama tauhid; Agama Islam] ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (52) Kemudian mereka [pengikut-pengikut rasul itu] menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka [masing-masing]. (53) Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. (54) Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak [kekayaan dan bilangan pengikut yang ramai] yang Kami berikan kepada mereka itu [berarti bahwa], (55) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (56)
(Surah Al-Mukminuun)
‘
Sebagaimana Jamalud-Din Al-Afghani Al-Masuni dipuji melangit oleh Wilfrid Scawen Blunt Al-Yakjuj Wal Makjuj, maka Muhammad Abduh As-Salafi Al-Muktazili juga mendapat dedikasi yang sama dari musuh Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya kerana menjadi kawan, penolong dan sekutu setia Kuffar Yakjuj Makjuj ini. Di dalam buku yang sama Muhammad Abduh Al-Masuni diberi penghargaan sebagaimana berikut;
‘
“My old Egyptian friend, Sheykh Mohammed Abdu, of whom so much mention is made in it, had taken up his country residence at my doors at Sheykh Obeyd, and I found myself in almost daily intercourse with him, a most precious accident of which I did not fail to take full advantage. That great philosopher and patriot—now, alas, lost to us, for he died at Alexandria, 11th July, 1905, the day being the twenty-third anniversary of the bombardment of that city—after many vicissitudes of evil and good fortune had attained in the year 1899 t0 the supreme position in Egypt of Grand Mufti, and having thus acquired a wider sphere than ever of influence with his fellow countrymen, had it at heart to bequeath to them a true account of the events of his time, events which had become strangely misunderstood by them, and clothed with legends altogether fantastic and unreal… We had been personal friends and political allies almost from the date of my first visit to Egypt, and with his garden adjoining mine it was an easy matter for us to work together and compare our recollections of the men and things we had known.”
‘
“Sheykh Mohammed Abdu was strong on the point that what was needed for the Mohammedan body politic was not merely reforms but a true religious reformation. On the question of the Caliphate he looked at that time, in common with most enlightened Moslems, to its reconstitution on a more spiritual basis. He explained to me how a more legitimate exercise of its authority might be made to give a new impulse to intellectual progress, and how little those who for centuries had held the title had deserved the spiritual headship of believers. The House of Othman for two hundred years had cared almost nothing for religion, and beyond the right of the sword had no claim any longer to allegiance. They were still the most powerful of Mohammedan princes and so able to do most for the general advantage, but unless they could be induced to take their position seriously a new Emir el Mumenin might legitimately be looked for. Certainly a new political basis was urgently required for the spiritual needs of Islam. In all this there was a tone of moderation in the expression of his views very convincing of their practical wisdom.” [Page 81]
‘
Sungguh terhutang budi si Yakjuj Majuj Blunt (manusia yang diberi amaran oleh Sulthan Abdul Hamid rahmatuLlah ‘alaih sebagai berbahaya) kepada Muhammad Abduh Al-Masuni yang tidak henti-henti semangat setiakawannya kepada makar rancangan dan hasrat Imperialis British bagi meliberalkan Mesir. Abduh banyak berbakti dengan menolong membuahkan berbagai-bagai hasil untuk dipetik oleh musuh Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya. Revolusi Mesir, pertukaran struktur politik, reformasi Agama, memahami tanggungjawab Khilafah hanya dalam konteks spiritual dan bukannya pemerintahan fizikal, memperolok-olokkan kaum sendiri, Islam hanyalah Agama spiritual dan berbagai-bagai pandangan sesat lain yang diiktiraf oleh mereka sebagai apa yang diperlukan oleh Islam dan wajib dilaksanakan ke atas Islam. Sungguh berbudi si Kafir Blunt laknatuLlah ini yang “berkongsi menunjukkan” kepada Muhammad Abduh Al-Masuni “jalan yang haq dan kebenaran” yang sepatutnya diambil oleh Ummat Islam demi keselamatan mereka dan Agama mereka. Inilah warna kebenaran yang mereka mahu diwarnakan ke atas generasi nifaq yang dipelupuri oleh pengganti Bapa Munafiq Jamalu-Din Al-Afghani Al-Masuni. Maka celupan kebenaran inikah yang hendak dibanggakan oleh kita yakni dengan tunduk dan bertaat setia kepada pelan permainan musuh Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya?.
‘
Firman Allah subhanahu wata’ala, maksudnya;
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka (Al-Qur’an dan Nubuwwah) tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (71) Atau kamu meminta upah kepada mereka?, maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezki Yang Paling Baik. (72) Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus. (73) Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan [yang lurus]. (74) Andaikata mereka Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudharatan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka. (75) Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan [juga] tidak memohon [kepada-Nya] dengan merendahkan diri. (76) Hingga apabila Kami bukakan untuk mereka suatu pintu yang ada azab yang amat sangat [di waktu itulah] tiba-tiba mereka menjadi putus-asa. (77) Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur. (78)”
(Surah Al-Mukminuun)
‘
Sebagaimana Afghani, Abduh juga meninggalkan pengganti-penggantinya yang juga mempunyai cara pemikiran dan pergerakan yang sama yakni meneruskan agenda reformasi dan pengubah-suaian terhadap faham Agama sebagaimana yang dihasratkan oleh Yakjuj Makjuj Imperialis British. Rashid Rida, di antara orang yang paling ke depan, juga adalah salah seorang aktor nifaq yang meraba-raba dalam kekeliruan adalah di antara orang penting dalam pelan permainan penaklukan kuasa ke atas Ummat Islam di Timur-Tengah. Rashid Rida menumpukan kerja-kerjanya untuk “memurnikan Islam’ secara kebangkitan ala-Protestanisma Kristian melalui agenda tajdid dan reformasinya terhadap sistem warisan keilmuan Islam sendiri dengan melahirkan tanggapan-tanggapan baru dalam pemikiran Agama bagi menyesuaikannya dengan tuntutan zaman moden yang dibawa oleh Imperialis Barat. Beliaulah yang boleh dikatakan sebagai Bapa Aliran Salafi-Muktazili yang banyak mengambil tunjuk ajar dari Bapa Munafiq Muhammad Abduh Al-Masuni. Jika dibanding dengan dedalu api, maka Rida adalah manusia yang terbaik yang dapat dicontohi dengan tumbuhan parasit perosak itu. Membawa kerosakan di mana-mana sahaja dia hinggap di dahan dan ranting Agama Islam yang mulia. Dia dan guru-gurunya yang merasakan diri sebagai sang bijaksana adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Sheikh Yusuf An-Nabhani rahmatuLlah ‘alaih antara manusia-manusia dimaksudkan oleh Firman Allah subhanahu wata’ala yang bermaksud;
‘
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (8) Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. (9) Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (10) Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan (islah)." (11) Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (12) Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (13) Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka (sekutu-sekutunya), mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". (14) Allah akan [membalas] olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. (15) Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. (16)”
(Surah Al-Baqarah)
‘
Beliau dipuji oleh para Missionaris Kristian dengan sikap beliau yang ‘bersederhana dan toleran’ dalam menghadapi cabaran-cabaran semasa penubuhan sekolah-sekolah Missionaris Kristian di Beirut. Ketika mengiktiraf peranan Syrian Protestant College yang kemudiannya ditukarnama kepada American University of Beirut di saat Khilafah menghadapi tekanan dari Imperialis Barat, Rashid Rida dalam tahun 1909 telah memberi khutbah bersejarah di Kolej Protestan itu dengan menggalakkan pelajar-pelajar Islam supaya tidak meninggalkan Kolej Missonaris tersebut. Beliau berfatwa dengan menyatakan pendirian Liberal beliau yang jauh bertentangan dan tersasar dari pegangan arus perdana Ahl Sunnah Wal Jama’ah dan dasar Agama sebagaimana berikut;
‘
“The founders of this school have sought to use learning, which benefits all people, as a method to spread their language and their religious beliefs into the hearts and minds of those whom they educate. That is a lesson for us. We should learn from it and improve ourselves so that we should be more qualified for this achievement than they are today. You must all cooperate, work together and seek the protection of group effort and consensus. You may face in this world malice and pressure to drive you away from the right path, away from your faith, away from your desire for cooperation and agreement. It behooves you, therefore to try to be tolerant of all unacceptable treatment you might encounter from those around you, and to respond with courtesy in a work and deed... Though your conduct should seek only to satisfy your own conscience, and to apply your beliefs to your deeds, you should also seek to achieve the goal peacefully, quietly, and with courtesy. You should hold yourselves above intentional disobedience and stubbornness toward your superiors or you teachers, and above snobbery and false pride in your achievements.”
‘
(Terjemahan – Pengasas-pengasas sekolah ini telah berusaha untuk menggunakan pembelajaran, yang memberi manfaat kepada semua orang, sebagai satu kaedah untuk menyebarkan Bahasa dan Pegangan-Pegangan Agama mereka [Kristian Protestan] ke dalam hati dan pemikiran mereka-mereka yang hendak dididik oleh mereka. Ini adalah satu iktibar kepada kita. Kita sepatutnya belajar dari iktibar itu dan memperbaiki diri kita supaya kita menjadi lebih berkelayakan untuk mencapai kejayaan yang lebih baik berbanding dengan mereka hari ini. Anda mesti bertolak-ansur, berkerjasama dan mencari perlindungan dengan usaha-usaha berkumpulan dan persatuan pendapat. Anda mungkin akan berdepan di dalam dunia pembelajaran di sini kebencian dan tekanan-tekanan untuk menyimpangkan anda dari pegangan Agama anda serta menggangu keinginan anda untuk berkerjasama dan bersetuju. Ianya berfaedah untuk anda, oleh itu cubalah untuk bertolak-ansur terhadap kesemua layanan-layanan yang tidak dapat diterima dari mereka-mereka yang anda akan temui di sekeliling anda dan bertindakbalaslah dengan kesantunan dalam amalan dan pendirianmu.. Walaupun tindakan anda hanyalah ditujukan semata-mata untuk mencapai suara nurani anda dan bagi menjelmakannya di dalam tindakan anda, anda hendaklah mencari jalan untuk mencapai hasrat yang berada di dalam hati nurani anda itu secara aman, dengan senyap-senyap dan penuh tanggungjawab. Anda mesti berada di atas dari sifat-sifat biadap secara sengaja dan kedegilan terhadap mereka yang berada di atas anda serta guru-guru, dan di atas dari sifat-sifat angkuh dan perasaan bangga diri dengan pencapaian anda).
‘
Rashid Rida juga ada menyatakan bahawa beliau tidak mengira cabaran Missionaris Kristian yang dibawa oleh sekolah-sekolah Missionaris Amerika sebagai suatu yang serius berbanding dengan cabaran Imperialisma British. Beliau begitu dangkal dengan hanya kritis terhadap Imperialisma dan tidak pula kepada Missionaris yang pada hakikatnya adalah memiliki dasar yang sama yaitu untuk memecah-belahkan Ummat Islam dari sisi yang berbeda. Dalam mempertahankan pandangan songsang itu hujjah dari si Bapa Munafiq Al-Afghani diambil dimana Afghani berkata bahawa; “Kaum Missionari Kristian gagal dalam usaha-usaha missionari mereka terhadap Ummat Islam di India kerana; “Islam pada hakikatnya adalah Kristian yang telah ditambah asas kepercayaannya itu”, jadi di situlah letaknya kegagalan Missionari Kristian” . Pandangan sebegini adalah satu pegangan yang amat berbahaya yang mencerminkan nilai-nilai pluralistik kerana ianya bertentangan dengan banyak dalil-dalil di dalam Al-Qur’an Al-Hakim seperti Firman Allah subhanahu wata’ala yang bermaksud;
“Sesungguhnya Agama [yang diridhai] di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian [yang ada] di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (19) Kemudian jika mereka mendebat kamu [tentang kebenaran Islam], maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan [demikian pula] orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu [mau] masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan [ayat-ayat Allah]. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (20)”
(Suran Al-Mukminuun)
Pendirian Rida hanya berubah kepada lebih kritis terhadap jarum-jarum Missionari Kristian di saat terdapatnya bantahan oleh Khilafah Islamiyyah di Turki sehubungan protes yang lahir dari sebahagian Ummat Islam. Dari sini dapatlah kita simpulkan bahawa sifat kritis pada Rashid Rida adalah berasaskan kepada penilaian politik beliau dan bukannya berasaskan kepada tuntutan Agama.
‘
Rashid Rida bukan sahaja terbabit dalam shubhat untuk menjadikan Ummat Islam memandang remeh kepada cabaran Missionaris Kristian, beliau tidak berhenti di situ. Rida juga membongkar balik khazanah ketamaddunan Ilmu Islam bak seorang Mujtahid-Diin Mutlak berijtihad dengan bantuan hawanafsu dan bisikan Iblis dengan meremeh-remehkan hampir semua dasar Agama Islam yang begitu kemas-kukuh bak tembok yang teguh dan kuat yang berasaskan warisan pegangan Ahl Sunnah Wal Jama’ah yang haq yang terjamin kebenarannya zaman berzaman. Sedar bahawa Ummat Islam dan Khilafah sedang diserang dari setiap sudut oleh musuh-musuhnya, dan dengan sedar pula si Bapa Munafiq Abad 20 ini berkerjasama untuk merobek-robek asas Agama Islam dan Khilafah secara terang-terangan dari dalam dengan menyokong gerakan al-Ittihad wa al-Taraqqi pimpinan Kamal Ataturk laknatuLlah ‘alaih di dalam penulisan-penulisan beliau dalam Majallat al-Manar, dan tidak malu pula menyatakan keuzuran dan menggengam tangan dari berjihad bersama-sama Khalifah yang haq kerana memiliki perasaan, agenda dan pertimbangan yang selari dengan kaum Kuffar yang memusuhi Ummat Islam yang berselindung di sebalik tabir pembaharuan dan pemodenan. Setiap keputusan Agamanya berputar, berkisar dan beredar di sekeliling paksi sentimen politik Liberal Demokrasi yang dianutinya dari guru-guru sesatnya dan bukannya bermotivasikan haq.
Objektif utama serangan kekufuran dan nifaq itu adalah untuk menghilangkan bai’ah taatsetia wala’ Ummat Islam kepada Khilafah Islamiyyah, menggantikan bai’ah taatsetia kepada sistem-sistem ideologi demokrasi berperlembagaan hawanafsu serta sangkaan akal penyembah Iblis dan Taghut, menyelinap-masukkan pengaruh kepercayaan serba-tuhan freemasonri dan falsafah teosofi, melahirkan masyarakat plural liberal majmuk, mengenepikan ajaran Wahyu Syari’at Al-Qur’an Al-Hakim serta menjadikannya sebagai terbahagi-bahagi dan terpisah-pisah dari kehidupan masyarakat, menyama-tarafkan Agama Islam dengan lain-lain Agama Sekular dan menghancurkan Dasar Sistem Warisan Keilmuan Islami yang haq. Matlamat mereka adalah satu, iaitu untuk memadamkan Cahaya Khilafah Allah subhanahu wata’ala yang membayangi mukabumi untuk diambil alih oleh bayangan kegelapan dan kesesatan Iblis dan Syaitan.
‘
Atas tujuan jahat kafirin dan munafiqin laknatuLlah ‘alaihim ajmaiin itu, ulama-ulama mujahid-Din rahmatuLlah alaihim ajmaiin seperti Sheikh Yusuf An-Nabhani rahmatuLlah ‘alaih difitnah, diejek dan diolok-olokkan sebagai ulama pondok kampung yang kehuluan sifatnya, ortodoks pekat, konservatif dan ekstrimis Agama semata-mata kerana beliau dan lain-lain Ulama Mujahid rahmatuLlah ‘alaihi ajmaiin bermati-matian mempertahankan dasar-dasar dan asas-asas Agama dari dilacurkan oleh Kaum Munafiqin Generasi Abad 19M/20M itu. Mereka juga memfitnah Sheikh Yusuf An-Nabhani rahmatuLlah ‘alaih dan lain-lainnya Ulama Mujahid dengan berbagai-bagai fitnah bagi mengelabui dan menyerongkan pandangan Ummat Islam terhadap wadah warisan Islami yang dipertahankannya.
‘
Rasa kagum dengan kejayaan mereka ini dapat kita kesan dari rekod sejarah penulisan Wilfrid Scawen Blunt, Agen Perisik Perhubungan Luar British yang merupakan rakan kesedudukan Jamalud-Din Al-Afghani Al-Masuni dan Muhammad Abduh Al-Masuni di dalam penulisan Blunt yang bertajuk “The Future Of Islam” pada tahun 1882. Blunt berkata dengan penuh kehalusan dan khianat, sebagaimana Kuffar masakini yang mempromosi dialog antara-agama dan kesatuan agama, juga dengan bercerita tentang cita-cita reformasi dan liberalisma di dalam karangannya yang berjudul The Future Of Islam sebagaimana berikut;
‘
“Since the last of these essays was written, their author has returned to Egypt, and has there had the satisfaction of finding the ideas, vaguely foreshadowed by him as the dream of some few liberal Ulema- of the Azhar, already a practical reality. Cairo has now declared itself as the home of progressive thought in Islam, and its university as the once more independent seat of Arabian theology. Secured from Turkish interference by the national movement of the Arabs, the Ulema of the Azhar have joined heart and soul with the party of reform. The importance of this event can hardly be overrated ; and if, as now seems probable, a liberal Mohammedan Government by a free Mohammedan people should establish itself firmly on the Nile, it is beyond question that the basis of a social and political Reformation for all Islam has been laid. It is more than all a hopeful sign that extreme moderation with regard to the Caliphate is observed by the Egyptian leaders. Independence, not opposition, is the motto of the party ; and no rent has been made or is contemplated by them in the orthodox coat of Islam. Abd el Hamid Khan is still recognized as the actual Emir el Mumenin, and the restoration of a more legitimate Caliphate is deferred for the day when its fate shall have overtaken the Ottoman Empire. This is as it should be. Schism would only weaken the cause of religion, already threatened by a thousand enemies ; and the premature appearance of an Anti-Caliph in Egypt or Arabia, however legitimate a candidate he might be by birth for the office, would divide the Mohammedan world into two hostile camps, and so bring scandal and injury on the general cause. In the meantime, however, liberal thought will have a fair field for its development, and can hardly fail to extend its influence wherever the Arabic language is spoken, and among all those races which look on the Azhar as the centre of their intellectual life. This is a notable achievement, and one which patience may turn, perhaps in a very few years, to a more time he is convinced that he serves their interests best by speaking what he holds to be the truth regarding their situation. Their day of empire has all but passed away, but there remains to them a day of social independence better than empire. Enlightened, reformed and united in sympathy, Mussulmans need not fear political destruction in their original homes, Arabia, Egypt, and North Africa ; and these must suffice them as a Dar el Islam till better days shall come. If the author can do anything to help them to preserve that independence they may count upon him freely within the limits of his strength, and he trusts to prove to them yet his sincerity in some worthier way than by the publication of these first essays.”
‘
Ringkasnya, Blunt menjelaskan rasa puashatinya selepas kembali ke Mesir pada 1881 kerana mendapati idea-idea yang dahulunya hanya suatu impian dan harapan sesetengah Ulama Liberal Al-Azhar (dahulu pada tahun 187o—an iaitu Afghani dan Abduh) telah menjadi realiti yang terlaksana. Kaherah kini sudah menjadi rumah kepada fesyen-fesyen baru wadah pemikiran progresif Islam yang berjaya dibebaskan dari gangguan Khilafah melalui gerakan kebangsaan Arab dan pembebasan. Dan kini kemungkinannya adalah amat besar bahawa Kerajaan Liberal Umat Muhammad yang bebas boleh ditubuhkan di bumi Nil Mesir kerana segala asas-asas keperluan bagi reformasi sosial dan politik telahpun disempurnakan penyiapannya. Blunt seterusnya menyatakan bahawa usia ajal pemerintahan Khilafah Islamiyyah sudah amat dekat kerana telah wujud dua gerakan anti-khilafah satunya di Mesir (Salafi-Muktazili) dan satu lagi di Tanah Arabia (Wahhabi-Su’udi). Dengan itu, ianya memberi ruang kepada gerakan liberal untuk mengembangkan pengaruhnya dengan berselindung di sebalik Ulama-Ulama Liberal Al-Azhar. Hari-hari Pemerintahan Khilafah telah sampai ke penghujungnya dan hari-hari kemerdekaan setiap kelompok-kelompok sosial (pecahan negara-negara kebangsaan) yang sedang menunggu yang sudah dari mencukupi berbanding dengan Negara Islam (Dar el Islam Khilafah).
‘
Ketika Blunt berada di Tanah Arabia atas tujuan-tujuan risikan, beliau memasang propagandanya melalui penerbitan sebuah Suratkhabar di Mesir oleh orang gajinya seorang Kristian Mesir yang bernama Sabunji. Suratkhabar tersebut dinamakan Al-Khilafa (The Caliphate) atau El-Khelaphat yang mengandungi serangan-serangan yang kuat terhadap Khilafah Islamiyyah dan menceritakan hikmah-hikmah manfaat yang menunggu rakyat Mesir jika mereka membebaskan diri dari Khilafah.
‘
Idea kekufuran dan agama sekular ini disambut mesra oleh Kepala-Kepala Munafiq yang bersekutu dengan musuh-musuh Allah subhanahu wata’ala tersebut selari dengan kata Jamalud-Din Al-Afghani Al-Masuni yang ghairah dengan pendekatan aliran falsafah liberal ketika berlakun mendebati Renan (juga seorang freemason tegar) di Paris, Peranchis di dalam Journal des Débats, 18 Mei 1883;
‘
“No agreement and no reconciliation are possible between these religions (Islam and Christianity) and philosophy. Religion imposes on man its faith and its belief, whereas philosophy frees him of it totally or in part. How could one therefore hope that they would agree with each other when the Christian religion, under the most modest and seductive forms, entered Athens and Alexandria, which were, as everyone knows, the two principal centers of science and philosophy, trying to stifle both under the bushes of theological discussions, to explain the inexplicable mysteries of the Trinity, the Incarnation, and Transubstantiation? It will always be thus. Whenever religion will have the upper hand, it will eliminate philosophy; and the contrary occurs when it is philosophy that reigns as sovereign mistress. So long as humanity exists, the struggle will not cease between dogma and free investigation, between religion and philosophy; a desperate struggle in which, I fear, the triumph will not be for free thought, because the masses dislike reason, and its teachings are only understood by some intelligent members of the élite, and because, also, science, however beautiful it is, does not completely satisfy humanity, which thirsts for the ideal and which likes to exist in such dark and distant regions as the philosophers and scholars can neither perceive nor explore.”
‘
(Terjemah - Tiada persetujuan dan rekonsiliasi yang mungkin ada di antara agama-agama ini dan falsafah. Agama memaksakan ke atas manusia keimanan dan kepercayaannya, sedangkan falsafah membebaskan manusia secara keseluruhannya atau sebahagiannya dari agama. Mana mungkin seseorang itu kemudiannya mengharap bahawa ianya bersetuju di antara satu sama lain sedangkan bila Agama Kristian memasuki Athen, Rom dan Iskandariah, Mesir; pusat sains dan falsafah di ketika itu, ia menekan kedua-duanya di bawah kongkongan perbincangan-perbincangan teologi dalam membincangkan misteri-misteri Agama Kristian?, dan ianya akan selalu sebegitu. Apabila Agama memiliki kuasa, ianya akan menghapuskan falsafah; dan yang di sebaliknya pula yang berlaku apabila falsafah berkuasa ke atas Agama. Selama mana kemanusiaan itu wujud, pertentangan tidak akan berakhir di antara kejumudan Agama dan kebebasan penyelidikan falsafah; satu pertentangan yang menakutkan yang saya khuatiri kemenangannya bukan kepada kebebasan berfikir, kerana khalayak ramai benci kepada hujjah dan ajarannya kecuali bagi sesetengah segolongan bijakpandai dari kalangan elit. Dan, juga sains itu walaubagaimana indah ianya sekalipun tidak akan dapat memuaskan sepenuhnya kemanusiaan itu yang dahagakan idealisma yang suka berada di dalam kegelapan dan wilayah yang tidak tercapai oleh ahli falsafah dan cendekiawan (sebagaimana ianya ada di dalam Agama)).
‘
Atas sumbangan besar Jamalud-Din Al-Afghani Al-Masuni dalam merealisasikan Gerakan Liberalisma di Mesir berdasarkan cita-citanya untuk mengatas-namakan falsafah ke atas Agama, nama Bapa Munafiq Abad 19 Sekular Agama ini diabadikan dan diberi dedikasi oleh Wilfrid Blunt di dalam bukunya, “Secret History of the English Occupation of Egypt” yang ditulis pada tahun 1907 sebagaimana berikut;
‘
“The true originator of the Liberal religious Reform movement among the Ulema of Cairo was, strangely enough, neither an Arab, nor an Egyptian, nor an Ottoman, but a certain wild man of genius, Sheykh Jemal-ed-din Afghani, whose sole experience of the world before he came to Egypt had been that of Central Asia. An Afghan by birth, he had received his religious education at Bokhara, and in that remote region, and apparently without coming in contact with any teacher from the more civilized centres of Mohammedan thought, he had evolved from his own study and reflection the ideas which are now associated with his name. Hitherto all movements of religious reform in Sunnite Islam had followed the lines not of development, but of retrogression. There had been a vast number of preachers, especially in the last 200 years, who had taught that the decay of Islam as a power in the world was due to its followers having forsaken the ancient ways of simplicity and the severe observance of the law as understood in the early ages of the faith. On the other hand, reformers there had been of a modern type recently, both in Turkey and Egypt, who had Europeanized the administration for political purposes, but these had introduced their changes as it were by violence, through decrees and approvals obtained by force from the unwilling Ulema, and with no serious attempt to reconcile them with the law of the Koran and the traditions. The political reforms had been always imposed from above, not suggested from below, and had generally been condemned by respectable opinion. Jemaled-din' s originality consisted in this, that he sought to convert the religious intellect of the countries where he preached to the necessity of reconsidering the whole Islamic position, and, instead of clinging to the past, of making an onward intellectual movement in harmony with modern knowledge. His intimate acquaintance with the Koran and the traditions enabled him to show that, if rightly interpreted and checked the one by the other, the law of Islam was capable of the most liberal developments and that hardly any beneficial change was in reality opposed to it.”
‘
Agen Perisik Hubungan Luar Yakjuj Makjuj British Wilfrid Blunt nampak bahawa pada manusia seperti Jamalud-Din Al-Afghani Al-Masuni ini ada kualiti-kualiti yang boleh dipergunakan bagi tujuan agenda politik Imperialis. Agenda ini berbeda dari kaedah sayap-kanan Imperialis yang agressif dalam penaklukan dan pertentangan terbuka, tetapi, mengarah kepada strategi sayap-kiri perang-saraf anti-Imperialis yang menakluki akal-budi secara halus. Usaha Bapa Munafiqin ini untuk membaik-pulih dan merubah-suai pandangan Agama ini dikira akan merintis jalan kepada perubahan dan kemajuan yang paling liberal terhadap agama itu sendiri dengan kemudiannya melahirkan sayap-sayap pemikiran yang sebanding dengan apa yang wujud di dalam kuasa Imperialis.
‘
Hakikatnya adalah, golongan kuffar Yakjuj Makjuj Britishlah juga yang mencipta kaedah keras penjajahan dan penaklukan di Mesir sesuai dengan hasrat Kongres Yakjuj Makjuj Vienna dan mereka juga yang kemudiannya pula berselindung menyelinap masuk di sebalik kaedah-kaedah halus perang-saraf penaklukan ketamadunan dan budaya berfikir Mesir dengan mewujudkan perpecahan di kalangan Ummat Islam Mesir. Segala-galanya adalah dengan matlamat yang sama yakni mewujudkan sayap-sayap yang bertentangan, pemecahan ummat dan menghilangkan wilayah taatsetia kepada Khilafah Islamiyyah hasil dari pertembungan sesama sendiri yang biasanya dipanggil sebagai pecah-dan-perintah (divide-and-rule). Komponen-komponen nifaq yang diwujudkan oleh musuh Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya ini setara dengan komponen-komponen Golongan-Golongan Pharisee yang lahir di dalam Bani Israel yang berpecah-belah selepas mereka derhaka kepada Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi Isa ‘alaihissalam di dalam Injil Barnabas. Al-Qur’an Al-Hakim mengesahkan hal ini bagaimana firman Allah subhanahu wata’ala yang bermaksud;
‘
“Sesungguhnya [agama tauhid; Agama Islam] ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (52) Kemudian mereka [pengikut-pengikut rasul itu] menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka [masing-masing]. (53) Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. (54) Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak [kekayaan dan bilangan pengikut yang ramai] yang Kami berikan kepada mereka itu [berarti bahwa], (55) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar. (56)
(Surah Al-Mukminuun)
‘
Sebagaimana Jamalud-Din Al-Afghani Al-Masuni dipuji melangit oleh Wilfrid Scawen Blunt Al-Yakjuj Wal Makjuj, maka Muhammad Abduh As-Salafi Al-Muktazili juga mendapat dedikasi yang sama dari musuh Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya kerana menjadi kawan, penolong dan sekutu setia Kuffar Yakjuj Makjuj ini. Di dalam buku yang sama Muhammad Abduh Al-Masuni diberi penghargaan sebagaimana berikut;
‘
“My old Egyptian friend, Sheykh Mohammed Abdu, of whom so much mention is made in it, had taken up his country residence at my doors at Sheykh Obeyd, and I found myself in almost daily intercourse with him, a most precious accident of which I did not fail to take full advantage. That great philosopher and patriot—now, alas, lost to us, for he died at Alexandria, 11th July, 1905, the day being the twenty-third anniversary of the bombardment of that city—after many vicissitudes of evil and good fortune had attained in the year 1899 t0 the supreme position in Egypt of Grand Mufti, and having thus acquired a wider sphere than ever of influence with his fellow countrymen, had it at heart to bequeath to them a true account of the events of his time, events which had become strangely misunderstood by them, and clothed with legends altogether fantastic and unreal… We had been personal friends and political allies almost from the date of my first visit to Egypt, and with his garden adjoining mine it was an easy matter for us to work together and compare our recollections of the men and things we had known.”
‘
“Sheykh Mohammed Abdu was strong on the point that what was needed for the Mohammedan body politic was not merely reforms but a true religious reformation. On the question of the Caliphate he looked at that time, in common with most enlightened Moslems, to its reconstitution on a more spiritual basis. He explained to me how a more legitimate exercise of its authority might be made to give a new impulse to intellectual progress, and how little those who for centuries had held the title had deserved the spiritual headship of believers. The House of Othman for two hundred years had cared almost nothing for religion, and beyond the right of the sword had no claim any longer to allegiance. They were still the most powerful of Mohammedan princes and so able to do most for the general advantage, but unless they could be induced to take their position seriously a new Emir el Mumenin might legitimately be looked for. Certainly a new political basis was urgently required for the spiritual needs of Islam. In all this there was a tone of moderation in the expression of his views very convincing of their practical wisdom.” [Page 81]
‘
Sungguh terhutang budi si Yakjuj Majuj Blunt (manusia yang diberi amaran oleh Sulthan Abdul Hamid rahmatuLlah ‘alaih sebagai berbahaya) kepada Muhammad Abduh Al-Masuni yang tidak henti-henti semangat setiakawannya kepada makar rancangan dan hasrat Imperialis British bagi meliberalkan Mesir. Abduh banyak berbakti dengan menolong membuahkan berbagai-bagai hasil untuk dipetik oleh musuh Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya. Revolusi Mesir, pertukaran struktur politik, reformasi Agama, memahami tanggungjawab Khilafah hanya dalam konteks spiritual dan bukannya pemerintahan fizikal, memperolok-olokkan kaum sendiri, Islam hanyalah Agama spiritual dan berbagai-bagai pandangan sesat lain yang diiktiraf oleh mereka sebagai apa yang diperlukan oleh Islam dan wajib dilaksanakan ke atas Islam. Sungguh berbudi si Kafir Blunt laknatuLlah ini yang “berkongsi menunjukkan” kepada Muhammad Abduh Al-Masuni “jalan yang haq dan kebenaran” yang sepatutnya diambil oleh Ummat Islam demi keselamatan mereka dan Agama mereka. Inilah warna kebenaran yang mereka mahu diwarnakan ke atas generasi nifaq yang dipelupuri oleh pengganti Bapa Munafiq Jamalu-Din Al-Afghani Al-Masuni. Maka celupan kebenaran inikah yang hendak dibanggakan oleh kita yakni dengan tunduk dan bertaat setia kepada pelan permainan musuh Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya?.
‘
Firman Allah subhanahu wata’ala, maksudnya;
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka (Al-Qur’an dan Nubuwwah) tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (71) Atau kamu meminta upah kepada mereka?, maka upah dari Tuhanmu adalah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezki Yang Paling Baik. (72) Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka kepada jalan yang lurus. (73) Dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat benar-benar menyimpang dari jalan [yang lurus]. (74) Andaikata mereka Kami belas kasihani, dan Kami lenyapkan kemudharatan yang mereka alami, benar-benar mereka akan terus menerus terombang-ambing dalam keterlaluan mereka. (75) Dan sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan azab kepada mereka, maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan [juga] tidak memohon [kepada-Nya] dengan merendahkan diri. (76) Hingga apabila Kami bukakan untuk mereka suatu pintu yang ada azab yang amat sangat [di waktu itulah] tiba-tiba mereka menjadi putus-asa. (77) Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur. (78)”
(Surah Al-Mukminuun)
‘
Sebagaimana Afghani, Abduh juga meninggalkan pengganti-penggantinya yang juga mempunyai cara pemikiran dan pergerakan yang sama yakni meneruskan agenda reformasi dan pengubah-suaian terhadap faham Agama sebagaimana yang dihasratkan oleh Yakjuj Makjuj Imperialis British. Rashid Rida, di antara orang yang paling ke depan, juga adalah salah seorang aktor nifaq yang meraba-raba dalam kekeliruan adalah di antara orang penting dalam pelan permainan penaklukan kuasa ke atas Ummat Islam di Timur-Tengah. Rashid Rida menumpukan kerja-kerjanya untuk “memurnikan Islam’ secara kebangkitan ala-Protestanisma Kristian melalui agenda tajdid dan reformasinya terhadap sistem warisan keilmuan Islam sendiri dengan melahirkan tanggapan-tanggapan baru dalam pemikiran Agama bagi menyesuaikannya dengan tuntutan zaman moden yang dibawa oleh Imperialis Barat. Beliaulah yang boleh dikatakan sebagai Bapa Aliran Salafi-Muktazili yang banyak mengambil tunjuk ajar dari Bapa Munafiq Muhammad Abduh Al-Masuni. Jika dibanding dengan dedalu api, maka Rida adalah manusia yang terbaik yang dapat dicontohi dengan tumbuhan parasit perosak itu. Membawa kerosakan di mana-mana sahaja dia hinggap di dahan dan ranting Agama Islam yang mulia. Dia dan guru-gurunya yang merasakan diri sebagai sang bijaksana adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Sheikh Yusuf An-Nabhani rahmatuLlah ‘alaih antara manusia-manusia dimaksudkan oleh Firman Allah subhanahu wata’ala yang bermaksud;
‘
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (8) Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. (9) Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. (10) Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan (islah)." (11) Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (12) Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (13) Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka (sekutu-sekutunya), mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". (14) Allah akan [membalas] olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka. (15) Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. (16)”
(Surah Al-Baqarah)
‘
Beliau dipuji oleh para Missionaris Kristian dengan sikap beliau yang ‘bersederhana dan toleran’ dalam menghadapi cabaran-cabaran semasa penubuhan sekolah-sekolah Missionaris Kristian di Beirut. Ketika mengiktiraf peranan Syrian Protestant College yang kemudiannya ditukarnama kepada American University of Beirut di saat Khilafah menghadapi tekanan dari Imperialis Barat, Rashid Rida dalam tahun 1909 telah memberi khutbah bersejarah di Kolej Protestan itu dengan menggalakkan pelajar-pelajar Islam supaya tidak meninggalkan Kolej Missonaris tersebut. Beliau berfatwa dengan menyatakan pendirian Liberal beliau yang jauh bertentangan dan tersasar dari pegangan arus perdana Ahl Sunnah Wal Jama’ah dan dasar Agama sebagaimana berikut;
‘
“The founders of this school have sought to use learning, which benefits all people, as a method to spread their language and their religious beliefs into the hearts and minds of those whom they educate. That is a lesson for us. We should learn from it and improve ourselves so that we should be more qualified for this achievement than they are today. You must all cooperate, work together and seek the protection of group effort and consensus. You may face in this world malice and pressure to drive you away from the right path, away from your faith, away from your desire for cooperation and agreement. It behooves you, therefore to try to be tolerant of all unacceptable treatment you might encounter from those around you, and to respond with courtesy in a work and deed... Though your conduct should seek only to satisfy your own conscience, and to apply your beliefs to your deeds, you should also seek to achieve the goal peacefully, quietly, and with courtesy. You should hold yourselves above intentional disobedience and stubbornness toward your superiors or you teachers, and above snobbery and false pride in your achievements.”
‘
(Terjemahan – Pengasas-pengasas sekolah ini telah berusaha untuk menggunakan pembelajaran, yang memberi manfaat kepada semua orang, sebagai satu kaedah untuk menyebarkan Bahasa dan Pegangan-Pegangan Agama mereka [Kristian Protestan] ke dalam hati dan pemikiran mereka-mereka yang hendak dididik oleh mereka. Ini adalah satu iktibar kepada kita. Kita sepatutnya belajar dari iktibar itu dan memperbaiki diri kita supaya kita menjadi lebih berkelayakan untuk mencapai kejayaan yang lebih baik berbanding dengan mereka hari ini. Anda mesti bertolak-ansur, berkerjasama dan mencari perlindungan dengan usaha-usaha berkumpulan dan persatuan pendapat. Anda mungkin akan berdepan di dalam dunia pembelajaran di sini kebencian dan tekanan-tekanan untuk menyimpangkan anda dari pegangan Agama anda serta menggangu keinginan anda untuk berkerjasama dan bersetuju. Ianya berfaedah untuk anda, oleh itu cubalah untuk bertolak-ansur terhadap kesemua layanan-layanan yang tidak dapat diterima dari mereka-mereka yang anda akan temui di sekeliling anda dan bertindakbalaslah dengan kesantunan dalam amalan dan pendirianmu.. Walaupun tindakan anda hanyalah ditujukan semata-mata untuk mencapai suara nurani anda dan bagi menjelmakannya di dalam tindakan anda, anda hendaklah mencari jalan untuk mencapai hasrat yang berada di dalam hati nurani anda itu secara aman, dengan senyap-senyap dan penuh tanggungjawab. Anda mesti berada di atas dari sifat-sifat biadap secara sengaja dan kedegilan terhadap mereka yang berada di atas anda serta guru-guru, dan di atas dari sifat-sifat angkuh dan perasaan bangga diri dengan pencapaian anda).
‘
Rashid Rida juga ada menyatakan bahawa beliau tidak mengira cabaran Missionaris Kristian yang dibawa oleh sekolah-sekolah Missionaris Amerika sebagai suatu yang serius berbanding dengan cabaran Imperialisma British. Beliau begitu dangkal dengan hanya kritis terhadap Imperialisma dan tidak pula kepada Missionaris yang pada hakikatnya adalah memiliki dasar yang sama yaitu untuk memecah-belahkan Ummat Islam dari sisi yang berbeda. Dalam mempertahankan pandangan songsang itu hujjah dari si Bapa Munafiq Al-Afghani diambil dimana Afghani berkata bahawa; “Kaum Missionari Kristian gagal dalam usaha-usaha missionari mereka terhadap Ummat Islam di India kerana; “Islam pada hakikatnya adalah Kristian yang telah ditambah asas kepercayaannya itu”, jadi di situlah letaknya kegagalan Missionari Kristian” . Pandangan sebegini adalah satu pegangan yang amat berbahaya yang mencerminkan nilai-nilai pluralistik kerana ianya bertentangan dengan banyak dalil-dalil di dalam Al-Qur’an Al-Hakim seperti Firman Allah subhanahu wata’ala yang bermaksud;
“Sesungguhnya Agama [yang diridhai] di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian [yang ada] di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (19) Kemudian jika mereka mendebat kamu [tentang kebenaran Islam], maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan [demikian pula] orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu [mau] masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan [ayat-ayat Allah]. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (20)”
(Suran Al-Mukminuun)
Pendirian Rida hanya berubah kepada lebih kritis terhadap jarum-jarum Missionari Kristian di saat terdapatnya bantahan oleh Khilafah Islamiyyah di Turki sehubungan protes yang lahir dari sebahagian Ummat Islam. Dari sini dapatlah kita simpulkan bahawa sifat kritis pada Rashid Rida adalah berasaskan kepada penilaian politik beliau dan bukannya berasaskan kepada tuntutan Agama.
‘
Rashid Rida bukan sahaja terbabit dalam shubhat untuk menjadikan Ummat Islam memandang remeh kepada cabaran Missionaris Kristian, beliau tidak berhenti di situ. Rida juga membongkar balik khazanah ketamaddunan Ilmu Islam bak seorang Mujtahid-Diin Mutlak berijtihad dengan bantuan hawanafsu dan bisikan Iblis dengan meremeh-remehkan hampir semua dasar Agama Islam yang begitu kemas-kukuh bak tembok yang teguh dan kuat yang berasaskan warisan pegangan Ahl Sunnah Wal Jama’ah yang haq yang terjamin kebenarannya zaman berzaman. Sedar bahawa Ummat Islam dan Khilafah sedang diserang dari setiap sudut oleh musuh-musuhnya, dan dengan sedar pula si Bapa Munafiq Abad 20 ini berkerjasama untuk merobek-robek asas Agama Islam dan Khilafah secara terang-terangan dari dalam dengan menyokong gerakan al-Ittihad wa al-Taraqqi pimpinan Kamal Ataturk laknatuLlah ‘alaih di dalam penulisan-penulisan beliau dalam Majallat al-Manar, dan tidak malu pula menyatakan keuzuran dan menggengam tangan dari berjihad bersama-sama Khalifah yang haq kerana memiliki perasaan, agenda dan pertimbangan yang selari dengan kaum Kuffar yang memusuhi Ummat Islam yang berselindung di sebalik tabir pembaharuan dan pemodenan. Setiap keputusan Agamanya berputar, berkisar dan beredar di sekeliling paksi sentimen politik Liberal Demokrasi yang dianutinya dari guru-guru sesatnya dan bukannya bermotivasikan haq.
'
Dia menyaingi Khilafah dengan memperkukuhkan binaan Masjid Dzirar Al-Salafi melalui igauan politiknya untuk menjadi saingan kepada Khilafah yang haq. Maka apakah cabang-cabang sendi Agama yang tidak disentuhnya berkat dari ajaran oleh warisan Bapa-Bapa Munafiq Imam-Imam terdahulu Masjid Dzirar Al-Salafi tersebut yakni Afghani dan Abduh yang diguruinya dan diperturunkan ilmu-ilmu songsang itu kepadanya ?. Hampir tidak ada ruang Agama yang tidak disentuhnya dan segala-galanya dengan kaca-mata baru bak Puak Munafiq Zionis Yahudi Parisee Bani Israel yang ditentang oleh Nabi Isa alaihissalam. Mereka mencela Kaum Muslimin di hadapan musuh-musuh Allah subhanahu wata’ala demi untuk mendapat sokongan dari mereka.
‘
Firman Allah subhanahu wata’ala, maksudnya;
“Dan [di antara orang-orang munafik itu] ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan [pada orang-orang mu’min], untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu’min serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta [dalam sumpahnya]. (107)”
(Surah At-Taubah)
‘
Inilah jenis-jenis manusia yang dicari-cari oleh musuh Allah subhanahu wata’ala untuk dijadikan sekutunya yang akan dipromosikan oleh mereka sebagai wira-wira Islam bentuk baru yang hendak mereka sifatkan sebagai Gerakan Liberal yang memperjuangkan cita-cita reformasi dan pembaharuan Ummat. Bahkan tidak sekali-kalinya mereka ini adalah para pentajdid !, mereka inilah manusia Dajjal. Wilfrid Scawen Blunt laknatuLlah ‘alaih ada menyebutkan di dalam The Future Of Islam, “A true liberal party has thus been formed, which includes in its ranks not merely political intriguers of the type familiar to Europe in Midhat Pasha, but men of sincere piety, who would introduce moral as well as political reforms into the practice of Mohammedans. These have it in their programme to make the practice of religion more austere while widening its basis, to free the intelligence of believers from scholastic trammels, and at the same time to enforce more strictly the higher moral law of the Koran, which has been so long and so strangely violated. In this they stand in close resemblance to the " Reformers " of Christianity ; and some of the circumstances which have given them birth are so analogous to those which Europe encountered in the fifteenth century that it is impossible not to draw in one's own mind a parallel, leading to the conviction that Islam, too, will work out for itself a Reformation”.
‘
Munafiqin ini adalah sebagaimana juga seperti Golongan Bahai, Qadiani, Ahmadiyyah dan sebagainya mencari nikmat kehidupan melalui sangkaan dan pedoman yang diambil dari manusia-manusia yang sombong dan lalai terhadap Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya walaupun dengan berlatarbelakang Agama. Yang membezakan mereka dengan Golongan Murtad ini hanyalah kehalusan makar mereka yang mengambil Agama sebagai topeng kekufuran dan kemunafiqan mereka. Ukuran nikmat kehidupan kepada mereka adalah kenikmatan menelan buah-buah zaqqum liberalisasi yang yang pahit yang berciri-ciri kemajuan yang progressif yang buta-hati, kekuatan material ala-Yakjuj Makjuj Kapitalis Eropah, penguasaan kelompok walaupun dengan kezaliman dan kebebasan berfikir tanpa had sambil menafikan Agama dan Tuhan dengan hujjah-hujjah yang meyakinkan. Itulah generasi yang mereka lahirkan.
‘
Mereka ini tidak lagi mensyukuri nikmat yang ada di tangan-tangan mereka yakni nikmat Khilafah dan Kekuasaan yang dianugerahkan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada mereka yang sepatutnya mereka bertaat setia, menjaga dan mengawalnya dengan jiwa raga mereka. Di situlah ladang syahid Ummat ini. Mereka menukar taatsetia kepada sekutu-sekutu yang telah diberi amaran oleh Allah subhanahu wata’ala akan kekufuran mereka yang amat sangat yang telah pasti janji-janji azabNya sebagaimana di dalam Al-Qur’an Al-Hakim. Mereka walaupun berilmu telah dibutakan mata-hatinya daripada memurnikan keta’atan hanya kepada Allah subhanahu wata’ala dan bahawa Khilafah itu adalah satu nikmat anugerahNya sebagai bukti tanda-tanda keKuasaanNya mengamankan bumiNya sebagaimana Tanah Haram Makkah tetap diamankanNya walaupun wilayah-wilayah di sekelilingnya bergolak dan bersengketa. Dan, hakikat ini tetap berterusan hinggalah ke hari ini dan akan tetap berterusan hingga ke hari Kiamat. Maka janji siapakah yang lebih utama !!!?. Janji Kuffar dan Iblliskah atau janji dari Allah subhanahu wata’ala !!!?.
‘
Firman Allah subhanahu wata’ala, maksudnya;
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (64) Maka apabila mereka menaiki kapal mereka mendo’a kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka [kembali] mempersekutukan [Allah], (65) agar mereka mengingkari ni’mat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka [hidup] bersenang-senang [dalam kekafiran]. Kelak mereka akan mengetahui [akibat perbuatannya]. (66) Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan [Makkah] tanah haram yang aman, sedang manusia sekitarnya tindas-menindas dan berseteru. Maka mengapa [sesudah nyata kebenaran] mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada ni’mat Allah? (67) Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir? (68) Dan orang-orang yang berjihad untuk [mencari keridhaan] Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (69)”
(Surah Al-Ankabut)
‘
Demi menyahut ajakan syahwat dan Iblis untuk berdusta kerana sombong dan membenci sesama Islam mereka sanggup mengambing-hitamkan sumber nikmat Khilafah yang menyuap mulut mereka sendiri demi untuk kepuasan syahwat mereka. Mereka mengambil ringan dan meremeh-remehkan asas Agama dan mereka yang berjuang mempertahankannya dengan mengira orang-orang sebegitu sebagai tidak pragmatik dan bijaksana seperti mereka. Mereka merubah-rubah ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala dengan menyamakan Syura dan Bai’ah dengan amalan Perlembagaan Demokrasi Liberal dan Sumpah Ta’at Setia Kepartian atau Parlimen dan menjual ayat-ayat Al-Qur’an Al-Hakim dengan harga yang murah bagi menjustifikasi pedustaan dan penyelewengan mereka yang mengakibatkan Kaum Muslimin berpecah-pecah. Apakah perbandingan nikmat kehidupan yang berjaya mereka raih setelah mereka mengambil langkah membunuh diri-sendiri dan sesama diri-sendiri itu ?. Di manakah nikmat kehidupan yang mereka igau-igaukan itu ?. Lebih 100 tahun telah berakhir dan pengikut-pengikut Bapa-Bapa Munafiq ini masih meraba-raba di dalam kegelapan ciptaan tangan mereka sendiri. Mereka membahagi-bahagikan Agama sehingga akhirnya mereka menjadi lemah dan tunduk kepada musuh Agama mereka dan musuh Allah subhanahu wata’ala walaupun mereka diperintah untuk berbuat yang disebaliknya;
‘
“Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada keni’matan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka [orang-orang kafir itu], dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (88) Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan.”
(Surah Al-Hijr)
‘
Inilah nifaq yang terbesar yang tidak ada lagi kemunafiqan yang lebih besar dari itu. Kerana dengan itu mereka menjadi lalai dan melahirkan warisan yang lalai terhadap nikmat kehidupan hakiki yang wajib dicari sebagaimana yang dijanjikan oleh Pencipta mereka itu sendiri.
‘
Firman Allah subhanahu wata’ala, maksudnya;
“Dan [di antara orang-orang munafik itu] ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan [pada orang-orang mu’min], untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu’min serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta [dalam sumpahnya]. (107)”
(Surah At-Taubah)
‘
Inilah jenis-jenis manusia yang dicari-cari oleh musuh Allah subhanahu wata’ala untuk dijadikan sekutunya yang akan dipromosikan oleh mereka sebagai wira-wira Islam bentuk baru yang hendak mereka sifatkan sebagai Gerakan Liberal yang memperjuangkan cita-cita reformasi dan pembaharuan Ummat. Bahkan tidak sekali-kalinya mereka ini adalah para pentajdid !, mereka inilah manusia Dajjal. Wilfrid Scawen Blunt laknatuLlah ‘alaih ada menyebutkan di dalam The Future Of Islam, “A true liberal party has thus been formed, which includes in its ranks not merely political intriguers of the type familiar to Europe in Midhat Pasha, but men of sincere piety, who would introduce moral as well as political reforms into the practice of Mohammedans. These have it in their programme to make the practice of religion more austere while widening its basis, to free the intelligence of believers from scholastic trammels, and at the same time to enforce more strictly the higher moral law of the Koran, which has been so long and so strangely violated. In this they stand in close resemblance to the " Reformers " of Christianity ; and some of the circumstances which have given them birth are so analogous to those which Europe encountered in the fifteenth century that it is impossible not to draw in one's own mind a parallel, leading to the conviction that Islam, too, will work out for itself a Reformation”.
‘
Munafiqin ini adalah sebagaimana juga seperti Golongan Bahai, Qadiani, Ahmadiyyah dan sebagainya mencari nikmat kehidupan melalui sangkaan dan pedoman yang diambil dari manusia-manusia yang sombong dan lalai terhadap Allah subhanahu wata’ala dan NubuwwahNya walaupun dengan berlatarbelakang Agama. Yang membezakan mereka dengan Golongan Murtad ini hanyalah kehalusan makar mereka yang mengambil Agama sebagai topeng kekufuran dan kemunafiqan mereka. Ukuran nikmat kehidupan kepada mereka adalah kenikmatan menelan buah-buah zaqqum liberalisasi yang yang pahit yang berciri-ciri kemajuan yang progressif yang buta-hati, kekuatan material ala-Yakjuj Makjuj Kapitalis Eropah, penguasaan kelompok walaupun dengan kezaliman dan kebebasan berfikir tanpa had sambil menafikan Agama dan Tuhan dengan hujjah-hujjah yang meyakinkan. Itulah generasi yang mereka lahirkan.
‘
Mereka ini tidak lagi mensyukuri nikmat yang ada di tangan-tangan mereka yakni nikmat Khilafah dan Kekuasaan yang dianugerahkan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada mereka yang sepatutnya mereka bertaat setia, menjaga dan mengawalnya dengan jiwa raga mereka. Di situlah ladang syahid Ummat ini. Mereka menukar taatsetia kepada sekutu-sekutu yang telah diberi amaran oleh Allah subhanahu wata’ala akan kekufuran mereka yang amat sangat yang telah pasti janji-janji azabNya sebagaimana di dalam Al-Qur’an Al-Hakim. Mereka walaupun berilmu telah dibutakan mata-hatinya daripada memurnikan keta’atan hanya kepada Allah subhanahu wata’ala dan bahawa Khilafah itu adalah satu nikmat anugerahNya sebagai bukti tanda-tanda keKuasaanNya mengamankan bumiNya sebagaimana Tanah Haram Makkah tetap diamankanNya walaupun wilayah-wilayah di sekelilingnya bergolak dan bersengketa. Dan, hakikat ini tetap berterusan hinggalah ke hari ini dan akan tetap berterusan hingga ke hari Kiamat. Maka janji siapakah yang lebih utama !!!?. Janji Kuffar dan Iblliskah atau janji dari Allah subhanahu wata’ala !!!?.
‘
Firman Allah subhanahu wata’ala, maksudnya;
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (64) Maka apabila mereka menaiki kapal mereka mendo’a kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka [kembali] mempersekutukan [Allah], (65) agar mereka mengingkari ni’mat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka [hidup] bersenang-senang [dalam kekafiran]. Kelak mereka akan mengetahui [akibat perbuatannya]. (66) Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan [Makkah] tanah haram yang aman, sedang manusia sekitarnya tindas-menindas dan berseteru. Maka mengapa [sesudah nyata kebenaran] mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada ni’mat Allah? (67) Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir? (68) Dan orang-orang yang berjihad untuk [mencari keridhaan] Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (69)”
(Surah Al-Ankabut)
‘
Demi menyahut ajakan syahwat dan Iblis untuk berdusta kerana sombong dan membenci sesama Islam mereka sanggup mengambing-hitamkan sumber nikmat Khilafah yang menyuap mulut mereka sendiri demi untuk kepuasan syahwat mereka. Mereka mengambil ringan dan meremeh-remehkan asas Agama dan mereka yang berjuang mempertahankannya dengan mengira orang-orang sebegitu sebagai tidak pragmatik dan bijaksana seperti mereka. Mereka merubah-rubah ayat-ayat Allah subhanahu wata’ala dengan menyamakan Syura dan Bai’ah dengan amalan Perlembagaan Demokrasi Liberal dan Sumpah Ta’at Setia Kepartian atau Parlimen dan menjual ayat-ayat Al-Qur’an Al-Hakim dengan harga yang murah bagi menjustifikasi pedustaan dan penyelewengan mereka yang mengakibatkan Kaum Muslimin berpecah-pecah. Apakah perbandingan nikmat kehidupan yang berjaya mereka raih setelah mereka mengambil langkah membunuh diri-sendiri dan sesama diri-sendiri itu ?. Di manakah nikmat kehidupan yang mereka igau-igaukan itu ?. Lebih 100 tahun telah berakhir dan pengikut-pengikut Bapa-Bapa Munafiq ini masih meraba-raba di dalam kegelapan ciptaan tangan mereka sendiri. Mereka membahagi-bahagikan Agama sehingga akhirnya mereka menjadi lemah dan tunduk kepada musuh Agama mereka dan musuh Allah subhanahu wata’ala walaupun mereka diperintah untuk berbuat yang disebaliknya;
‘
“Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada keni’matan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka [orang-orang kafir itu], dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (88) Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan.”
(Surah Al-Hijr)
‘
Inilah nifaq yang terbesar yang tidak ada lagi kemunafiqan yang lebih besar dari itu. Kerana dengan itu mereka menjadi lalai dan melahirkan warisan yang lalai terhadap nikmat kehidupan hakiki yang wajib dicari sebagaimana yang dijanjikan oleh Pencipta mereka itu sendiri.
'
Firman Allah subhanahu wata'ala, maksudnya;
"Sesungguhnya Agama [yang diridhai] di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian [yang ada] di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (19) Kemudian jika mereka mendebat kamu [tentang kebenaran Islam], maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan [demikian pula] orang-orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi: "Apakah kamu [mau] masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan [ayat-ayat Allah]. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (20)"
(Surah Aali-Imran)
'
SadaqaLlahu Maulan al-Adziim !
''
WassallaLlahu ‘ala Sayyidina Muhammad waalihi wasohbihi ajamaiin
WabiLlahi tawfiq wal hidayah. Wassalamu'alaikum warohmatuLlah
Wal hamduliLlahi Rabbil ‘alamiin
"Tidaklah kami lupakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab [Al-Qur’an]” (38) (Surah Al-An’am)
No comments:
Post a Comment